Good Friend Like A Star
Minggu, 07 Mei 2017
Jumat, 07 April 2017
Kontemplasi
TAHUKAH KAMU?????
TAHUKAH KAMU ??
Bahaya Dibalik Cutton Buds
Mungkin kalian sudah terbiasa
membersihkan telinga menggunakan cotton buds (penyeka kapas). Meski
kedengarannya baik dan berguna untuk memastikan agar telinga kalian tetap bersih, faktanya ternyata berbicara
sebaliknya.
Kebiasaan membersihkan telinga dengan cotton buds justru akan membahayakan kesehatan telinga kalian. Mengapa? Berikut sejumlah alasan kenapa kalian tak perlu membersihkan telinga kalian menggunakan cotton buds.
1. Telinga Kalian mampu membersihkan diri sendiri
Tidak seperti kebanyakan dari organ tubuh lainnya, telinga ternyata tidak perlu dibersihkan. Telinga sebenarnya adalah organ yang mampu membersihkan diri sendiri sehingga Kalian tak perlu repot-repot membersihkannya.
Bahkan dokter sendiri telah menganjurkan untuk tidak menggunakan benda apapun, seperti pin rambut, kunci, klip kertas, pena atau pensil untuk membersihkan telinga Kalian. Semua benda tersebut justru akan menimbulkan kerusakan parah pada telinga Kalian.
2. Lilin telinga itu menyehatkan
Banyak orang yang seringkali menggunakan penyeka kapas (cotton buds) untuk mengeluarkan lilin telinga (kotoran telinga) dan menganggap kebiasaan tersebut sudah tepat. Padahal, keberadaan lilin telinga tersebut sebenarnya sehat dan baik untuk lubang telinga.
Pasalnya, lilin telinga berfungsi melapisi bagian dalam telinga Kalian dan melindunginya. Selain itu, lilin telinga juga memiliki sifat anti-bakteri yang mencegah telinga Kalian terinfeksi dan membantu mengeluarkan air yang terlanjur masuk ke
Kebiasaan membersihkan telinga dengan cotton buds justru akan membahayakan kesehatan telinga kalian. Mengapa? Berikut sejumlah alasan kenapa kalian tak perlu membersihkan telinga kalian menggunakan cotton buds.
1. Telinga Kalian mampu membersihkan diri sendiri
Tidak seperti kebanyakan dari organ tubuh lainnya, telinga ternyata tidak perlu dibersihkan. Telinga sebenarnya adalah organ yang mampu membersihkan diri sendiri sehingga Kalian tak perlu repot-repot membersihkannya.
Bahkan dokter sendiri telah menganjurkan untuk tidak menggunakan benda apapun, seperti pin rambut, kunci, klip kertas, pena atau pensil untuk membersihkan telinga Kalian. Semua benda tersebut justru akan menimbulkan kerusakan parah pada telinga Kalian.
2. Lilin telinga itu menyehatkan
Banyak orang yang seringkali menggunakan penyeka kapas (cotton buds) untuk mengeluarkan lilin telinga (kotoran telinga) dan menganggap kebiasaan tersebut sudah tepat. Padahal, keberadaan lilin telinga tersebut sebenarnya sehat dan baik untuk lubang telinga.
Pasalnya, lilin telinga berfungsi melapisi bagian dalam telinga Kalian dan melindunginya. Selain itu, lilin telinga juga memiliki sifat anti-bakteri yang mencegah telinga Kalian terinfeksi dan membantu mengeluarkan air yang terlanjur masuk ke
telinga Kalian.
Lilin telinga diproduksi oleh bagian dalam telinga Kalian, menyerap kuman dan sel-sel kulit mati serta perlahan membuangnya keluar telinga. Bahkan, aktivitas berbicara dan mengunyah dapat meningkatkan produksi lilin di telinga Kalian.
Dalam beberapa kasus, seseorang bisa saja memiliki terlalu banyak lilin di telinganya sehingga dapat mempengaruhi pendengaran dan menimbulkan rasa sakit di telinga. Hal ini dapat dengan mudah diatasi dengan berkunjung ke dokter spesialis THT. Di sana, Kalian akan diberikan perawatan khusus untuk mengurangi lilin dengan menggunakan prosedur yang cepat, aman dan tidak sakit.
3. Penyeka kapas (cotton buds) dapat merusak telinga Kalian
Setiap kali Kalian memasukkan kapas ke dalam telinga, tidak hanya akan membawa kuman baru ke dalam telinga Kalian, tetapi juga membuat lilin kembali masuk ke dalam telinga Kalian.
Lilin yang seharusnya bisa keluar dengan sendirinya, terpaksa harus masuk kembali karena mendapat dorongan dari cotton buds. Alhasil, kuman dan kotoran yang seharusnya keluar terjebak kembali di dalam telinga.
Bahkan, kebiasaan buruk tersebut akan mempengaruhi gendang telinga Kalian. Gendang telinga merupakan selaput tipis pada ujung saluran telinga yang sangat halus. Ketika Kalian sedang asyik-asyiknya mengais kotoran di telinga Kalian, Kalian bisa saja secara tak sengaja merobek gendang telinga Kalian.
Gendang telinga bisa pecah bahkan dengan hanya mendapatkan tekanan dari kapas yang berpotensi besar dapat membuat Kalian kehilangan pendengaran. Meskipun gendang telinga Kalian bisa sembuh, hal itu memerlukan waktu yang cukup lama dan terasa menyakitkan.
Lilin telinga diproduksi oleh bagian dalam telinga Kalian, menyerap kuman dan sel-sel kulit mati serta perlahan membuangnya keluar telinga. Bahkan, aktivitas berbicara dan mengunyah dapat meningkatkan produksi lilin di telinga Kalian.
Dalam beberapa kasus, seseorang bisa saja memiliki terlalu banyak lilin di telinganya sehingga dapat mempengaruhi pendengaran dan menimbulkan rasa sakit di telinga. Hal ini dapat dengan mudah diatasi dengan berkunjung ke dokter spesialis THT. Di sana, Kalian akan diberikan perawatan khusus untuk mengurangi lilin dengan menggunakan prosedur yang cepat, aman dan tidak sakit.
3. Penyeka kapas (cotton buds) dapat merusak telinga Kalian
Setiap kali Kalian memasukkan kapas ke dalam telinga, tidak hanya akan membawa kuman baru ke dalam telinga Kalian, tetapi juga membuat lilin kembali masuk ke dalam telinga Kalian.
Lilin yang seharusnya bisa keluar dengan sendirinya, terpaksa harus masuk kembali karena mendapat dorongan dari cotton buds. Alhasil, kuman dan kotoran yang seharusnya keluar terjebak kembali di dalam telinga.
Bahkan, kebiasaan buruk tersebut akan mempengaruhi gendang telinga Kalian. Gendang telinga merupakan selaput tipis pada ujung saluran telinga yang sangat halus. Ketika Kalian sedang asyik-asyiknya mengais kotoran di telinga Kalian, Kalian bisa saja secara tak sengaja merobek gendang telinga Kalian.
Gendang telinga bisa pecah bahkan dengan hanya mendapatkan tekanan dari kapas yang berpotensi besar dapat membuat Kalian kehilangan pendengaran. Meskipun gendang telinga Kalian bisa sembuh, hal itu memerlukan waktu yang cukup lama dan terasa menyakitkan.
By: Wafda_AfMiaz_X-3
Kamis, 06 April 2017
Dispersi
Terukir harapan, lagi
Saat cahaya-Mu menyinari, memantul ke lubuk hati
Lapang terasa, melapangkan
Membangkitkan naluri, bukan
Bukan tentang motifasi
Melainkan langkah dalam teori
Ini hati, hanya untuk Robbi
Perbendaharaan hakiki
Tertanam menjadi sebuah potensi
Hingga menyentuh pada titik Inti
Sampai mati
Di ketik ditengah dawai lantunan kesunyian !
20 Al-Husain 04 MHD
Keringat
KERINGAT
Mengalir setiap kali ku lelah
Membasahi harapan yang tak kunjung berbuah
Menemani keletihan hingga membuatku payah
Keringatku, mengalir seperti petuah
Membasahi ragaku yang mulai mengering
Kering keronta
Berharap bisa berteduh dari teriknya panas mentari
Keringat dan raga yang lelah
Di setiap jiwa-jiwa muram penuh harap dan doa
Mengepalkan tangan
Mengencangkan ikat pinggang
Di siang ini
Ragaku basah
Keringat dingin nan harapan mengadu, menjadi satu
Dalam alunan harapan
Esok
Mengalir setiap kali ku lelah
Membasahi harapan yang tak kunjung berbuah
Menemani keletihan hingga membuatku payah
Keringatku, mengalir seperti petuah
Membasahi ragaku yang mulai mengering
Kering keronta
Berharap bisa berteduh dari teriknya panas mentari
Keringat dan raga yang lelah
Di setiap jiwa-jiwa muram penuh harap dan doa
Mengepalkan tangan
Mengencangkan ikat pinggang
Di siang ini
Ragaku basah
Keringat dingin nan harapan mengadu, menjadi satu
Dalam alunan harapan
Esok
Keringatmu membahasahi sekujur tubuh yang semakin terasa lelah |
BEKAL UKRIL TERNYATA SANGAT PENTING
Ukril, kreatif, peduli dengan lingkungan, membaca ayat-ayat Tuhan yang
terbentang luas disekitar selalu di dhawuhkan oleh Bapak Kyai Tanjung kepada
semua jamaah.
Selama ini yang saya pahami
tentang dhawuh di atas adalah “memaksa”.
Ukril dan kreatif itu memaksa diri agar lebih peduli dengan potensi di sekitar
kita. Bagaimana tidak memaksa? karena hal yang lebih mudah dilakukan hanyalah
menjalankan pekerjaan seperti biasanya.
Saya terhenyak setelah mendengar
kisah seorang penjual es cao di pasar
yang saya temui kemarin. Beliau, mempunyai semangat juang menghidupi
keluarganya, namun sayang sekali, dirinya tidak berani melakukan perubahan
untuk mengubah nasib, tidak mau memahami ayat-ayat Tuhan di sekitar. Alih-alih,
hanya bergantung pada rasa simpatik saudara dan tetangga demi keberlangsungan
hidup.
Kisah hidupnya itu dituturkan
kepada saya, bermula saat beberapa hari yang lalu sekitar pukul empat sore
ketika saya pulang bekerja. Saya berhenti untuk memesan es cao dua di bungkus.
Saya duduk menunggu di kursi yang telah disediakan di sebelah gerobaknya. Setelah
menunggu beberapa saat, beliau menyodorkan segelas es cao kepada saya. “Ya
tuhan.. saya tadi pesan apa? Di kasih apa!, Ya sudahlah, berarti suara saya
yang memang kurang kencang ” gumam saya
dalam hati.
Dengan riang dan ramah, akhirnya
kami mulai berbincang-bincang. Saling bertanya dari mana dan tinggal dimana, singkat
cerita, sore itu kami menatap hilir mudik orang dijalan sembari
menghabiskan es cao.
Keprihatinan akan sulitnya hidup,
jatuh bangun, awal kisah yang beliau tuturkan. Pada satu masa, sampailah pada
titik nol. Istri beliau sakit, tidak bisa bergerak, beliau melihat air yang
mengalir dimata istrinya di saat-saat itu. Anaknya juga belum diberi makan ,
yang dia lakukan saat itu berjalan di sepanjang kota Surabaya sampai kaki
melepuh, menawarkan diri pada orang-orang kaya. “ Pak, tolong angkat saya jadi
kuli, beri gaji saya duapuluh ribu”. “Maaf sudah penuh mas”. Tak pantang
menyerah.” Lima belas ribu pak”. Jawaban yang sama. “Sepuluh ribu pak”. Jawaban
yang tak akan pernah berubah “. Limaribu pak”. Sebenarnya, kalimat yang tak
bisa keluar darinya adalah “ Pak,saya butuh pekerjaan, seberapapun gajinya,
istri dan anak saya belum makan menunggu dirumah”.
Saya tertegun di atas kursi kecil
mendengarkan kisah singkatnya, sesekali menyeruput es cincau yang semakin
dingin. Gerobak mini yang berada di trotoar tak jauh dari lampu merah. Hilir
mudik para pengemudi meramaikan jalan raya, sesekali terlihat berdesakan mendahului
saat menunggu lampu hijau menyala. Di sore itu, satu lagi kisah manusia
terhimpit keadaan di tengah keramaian. Setelah ratusan kali, kisah-kisah serupa
juga dipersembahkan orang-oraang kepada saya.
Sejauh yang saya pahami dari
petunjuk guru saya, Bapak kyai tanjung. Tentang bekerja untuk ahirat, kita
dianjurkan untuk bekerja keras, dibarengi dengan mempelajari dan mengefaluasi
apa yang sudah kita lakukan. Menjadi professional dibidangnya masing-masing.
Jika pedagang tentu kita harus paham pasar dan penghitungan untung rugi, Tempat
potensial dan lain sebagainya. Menghitung anggaran modal dan menentukan harga
jual dan seterusnya. Semua itu dibarengi dalam niatan diri kembali kepada
Tuhan, niatan untuk mengembangkan potensi, sehingga yang kita rasakaan saat
berdagang tidak semata keruwetan berdunia.
Dan jika kita mengalami kerugian,
kita langsung bisa mengefaluasi kekurangan kita. Apakah tempat yang digunakan
berdagang ini strategis, atau mungkin produk saya kurang menjual, apa yang
membuat konsumen kurang meminati produk saya,
bahkan bisa jadi kita perlu melakukan pendekatan-pendekatan berupa
promosi dan kuis.
Berbeda dengan niatannya yang
hanya untung rugi semata, kita akan cenderung putus asa saat mengalami
kerugian, beralih profesi, gagal lagi, dan seterusnya. Jika sudah demikian,
terasa jiwa yang kosong, hidup semakin mencekik, keinginan hidup sejahtera,
namun apa daya, tuhan tidak adil.
LALU, BAGAIMANA KISAH ANDA BISA
SAMPAI KE KOTA NGANJUK INI? Tanya saya kali ini bersimpati. “Saya baru jualan
tiga mingguan mas”. “ Ini saja penutup gerobaknya baru kemaren saya buat,
sebelumnya tidk ada, jika panas aku
berteduh di bawah gerobak itu”. Ujarnya sembari menunjuk-nunjuk dinding gerobak
depan.
Kali ini saya memerhatian gerobak
yang memang terlhat baru. Baner juga masih terlihat mengkilap baru. “ Ini saya
di bikinkan temen saya banernya, gerobak dibikinkan, saya orangnya tidak punya
apa-apa mas, hanya ikut teman, dibantu teman”.
Ada cerita lucu yang beliau
tuturkan sore itu. “ Hari pertama saya juga bingung, biasanya kalau orang
Surabaya jualan es, di wadahi plastic dan sedotan, udah. Nah, kemaren, ada yang
pesan tiga, dibungkus. Sepontan saya gemetar, bingung, bagaimana cara mengikat
plastik. Saya coba dengan tangan gemetar tetep gak bisa, akhirnya saya bilang
sama si pembeli, saya minta diajari bagaimana megikat plastic dengan karet.
Sepontan juga saya tertawa
mendengar tutur ceritanya, saya salut dengan kegigihannya, yang penting
dikerjaan dulu. Namun, disisi lain, muncul perasaan simpatik dengan beliau,
saya mencoba mengaitkan cara beliau mengambil sebuah keputusan dengan penerapan
pendidikan yang beliau dapatkan selama ini.
Maksut saya, pendidikan adalah
kepedulian dan diterapkan menjadi kebiasaan. Saya tidak pernah berjualan es,
tapi saya pernah mengikat plastic dengan karet. Saya tidak pernah jualan cendol
tapi saya bisa mengisi es cendol ke dalam plastic.
Ilmu katon, istilah jawa yang
sering saya dengar.Pekerjaan yang terlihat mata itu semua orang pasti bisa
melakukan , caranya ya meniru, mempraktikkan .
Disisi lain, ternyata inilah
manfaat luar biasa jika kita sedikit saja mau melihat potensi-potensi di
sekitar kita. Tanggap dengan lingkungan, jika sudah menjadi kebiasaan tentu
akan memudahkan diri kita sendiri, orang lain akan menyebut kita “cerdas”.
Kreatif akan muncul seiring kebiasaan kita mau melihat peluang.
Renungan di Awal April : Sang Pencerah dan Kisah Para Pejuang Tuhan
Malam kembali datang, menjelma dengan
nuansa gelap nan muram. Udara terasa
pengap, memaksaku keluar dari ruangan bilik yang semakin terasa penat. Aku
melangkah pelan menuju teras dengan menenteng laptop di lengan kiri. Benar
dugaanku, udara semilir di luar lebih membuatku sedikit lebih rilek.
Sayup-sayup kudengar lantunan lagu bernuansa kisah kasih dan cinta berdendang.
Di jalanan, kebisingan suara kendaraan bergemuruh. Ini belum larut malam, ujarku lirih.
Aku tertegun sesaat, ingatanku masih
terfokus pada sebuah buk u yang baru saja slesai kubaca. Buku yang mengisahkan suatu
kisah kemanusiaan beberapa ribu tahun yang lalu. Dimana pada kisah tersebut
tertulis, seorang hamba Allah, kekasih Tuhan, Cucu Rasulullah sekaligus
pelanjut hak-hak junjungan yang agung, Muhammad SAW, Al-Husain bin Ali,
berjuang mengembalikan hak-haknya sebagai pewaris yang agung, penyeru umat dan
pembawa risalah kepada umat manusia. Takdirnya harus dituntaskan dipucuk pedang
Symr Bin Dzil, yang tak lain adalah seorang muslim.
Kisah itu menguras emosiku hari-hari ini, dimana semenjak wafatnya Muhammad yang
Agung sang utusan, kaum muslimin bak diterpa badai yang tak berkesudahan,
hinga? Hingga aku sendiri tak tahu harus berakhir sampai kapan.
Wajar saja jika di era modern seperti saat
ini, islam terpecah menjadi banyak golongan dan jenis, mereka semua menganggab
bahwa aliran mereka yang paling benar dan di ridhoi Tuhan.
Hal ini sebenarnya adalah ketetapan yang
lumrah, mengingat guncangan seperti ini sudah terjadi semenjak beliau, Nabi
terakhir mangkat kembali pada benih suci
yaitu Tuhan sendiri.
Semenjak Nabi yang agung mangkat, terjadi
gejolak luar biasa diantara para sahabat. Sementara keluarga Ali bin Abi Thalib
mengurus jenazah Rosulullah, di tempat lain, Abu bakar, Umar bin khotob dan
Utsman bin Afan melakukan rapat pleno guna membahas kursi kekhalifahan yang saat itu kosong.
Sejak saat itu pula, kaum muslimin terpecah
belah, bimbang, kepada siapa mereka berbaiat dan kepada siapa mereka menetapkan
imam. Madinah dirundung pilu, Mekah terasa muram, beda pendapat, memunculkan
perseteruan, Perseteruan yang tak ada jalan pintas akan di selesaikan diujung
pedang. Saat itulah, diantara sesama kaum muslimin, mengalirkan darah saudara
sendiri, awal perpecahan secara nyata terjadi.
Aku membuang sejenak ingatanku tentang
sejarah islam pascameninggalnya Rasullullah Muhammad. Kisah yang mengungkap
wafatnya Imam Ali bin Abi thalib adalah tak lain dibunuh oleh orang islam
sendiri, membuatku gamang, Bagaimana konteks Islam di seluruh penjuru
dunia saat ini ?
Imam Al-Hasan yang pada masa kepemimpinannya melakukan perundingan damai kepada penguasa
setempat untuk menyerahkan kekhalifahan kepada bani Umayyah, juga terbunuh.
Pembunuh yang tak lain adalah mereka yang menyandang nama Islam.
Hingga pada masa Imam Al-Husain,
perjuangannya membawa ajaran risalah
Tauhid dari mendiang kakeknya, mendapat penolakan dari kaum muslimin. Seolah
tak ada bumi yang aman bagi dirinya. Madinah yang pernah menjadi pusat
pemerintahan Rosulullah Muhammad sudah tidak menjamin keselamatan Imam
Al-Husain. Dengan rombongan kecilnya, terdiri dari wanita, anak-anak dan
beberapa pengikut setianya, Imam Al-Husain hijrah ke kota Makkah. Namun begitu
juga seperti kota-kota lain, Seruannya tentang Risalah Taukhid tidak
mendapatkan respon positif, malah membuat Nyawa Imam Al-Husain terancam, hingga
akhirnya beliau melanjutkan hijrahnya ke kota Kufah. Kota dimana mendiang
ayahnya pernah menjadikan kota tersebut sebagai pusat pemerintahan Imam Ali bin
Abi Thalib.
Belum sempat rombongan kecil Imam Al-Husain
sampai ke kota Kufah, ketetapan Tuhan menjemput mereka di lembah Karbala.
Dimana seluruh muslim bersembunyi dari kejadian itu, ribuan pedang teracung
kepadanya. Rombongan pembela Al-Husain
yang tak lebih dari seratus orang, satu persatu tumbang sebagai syuhada’ .
Pada saat itulah, detik-detik dimana seruan
cucu Rasulullah sudah tidk di dengar, mereka lebih memilih dipimpin oleh orang
yang haus kekuasaan, jauh dari ahlul bait, dan Tauhid.
Aku
terkesiap sejenak, tak terasa jam ditanganku menunjukkan pukul duabelas malam.
Ditengah kesendirian, aku mencoba merasakan kekuatan keimanan yang berkobar
dari para pembela Imam Al-Husain pada saat itu. Mereka tidak takut mati dan
siksaan, demi keimanan mereka membela para pembawa kebenaran.
Aku memejamkan mata, mencoba
menghadirkanrasa sakit tusukan pedang
dilambungku. Terasa panas dan ngilu, rasa itu hilang saat mataku terbuka. “Baru
bayangan saja sudah terasa sakit,
bagaimana jika itu benar-benar kualami” desahku dalam hati.
Malam ini,inginku merenung hingga waktu
fajar datang. Anganku terus
melayang, terngiang akan pesan Imam
Al-Husain bahwa perjuangannya belum selesai.” Lalu, di tahun 2017 saat ini,
siapakah pewaris imam Al-Husain”? Tanyaku lagi.
Ini tentang sebuah kebenaran, seharusnya
inilah yang sangat vital bagi semua umat islam. Ini adalah inti dari sebab
musabab perpecahan selama ini. Lalu? Mungkinkah kebenaran akan Nampak? Lalu,
siapkah aku dan saudaraku yang lain menerima kebenaran itu?
Lalu?
Siapakah yang akan menjawab semua
pertanyaanku, mungkin juga, umat islam juga memiliki pertanyaan yang sama
sepertiku? Aku tak tahu.
Diawal april ini, fikiranku semakin tak
bisa kukendalikan. Menyusul beberapa hari yang lalu, saat aku membuka akun
media sosialku, salah seorang teman membagikan undangan terbuka yang membahas
tentang ilmu An-nubuwah, Ilmu Tauhid, dan Ilmu jati diri. Saat itulah aku
merasa mendapat undangan terbuka yang mengambil tema “ bincang-bincang
An-Nubuwah Oleh Bapak Kyai Tanjung”. di Jl.KH Wachid Hasyim No.304
Tanjunganom-Nganjuk-Jatim. Ada sepercik
harapan atas kedunguanku terhadap sejarah dan semoga dapat tercerhkan setelah
menghadiri acara tersebut.
Acara tersebut akan dilaksanakan pada
tanggal 09-April-2017. “Sebentar lagi”
Gumamku.
Untuk menggali tentang sang pembicara, aku
perlu mengenal beliau, dan dari penelusuranku di internet, akhirnya aku
menemukan torehan tinta emas sang pembicara. Gagasan dan pandangan beliau
mengenai beragama telah beliau curahkan di websait “jatayu.or.id”. Aku
terkesiap saat membaca satu artikel yang berjudul “bagaimana seharusnya
beragama”. Sangat tidaak bisa dibantah oleh hati nurani.
Aku pun tak puas dengan membaca satu
artikel, lagi-lagi,hatiku tak bisa menampik oleh penjabaran-penjabaran beragama
yang sangat logis .
Bapak Kyai Tanjung?
Semoga di tanggal 09 April esok, aku bisa
duduk di tengah-tengah para audien dan bisa mendengar setiap penjabaran
mengenai pertanyaan-pertanyaanku yang mala mini meluap-luap memenuhi pikiranku.
Entah, apa aku harus menunggu sampai fajar?m
Langganan:
Postingan (Atom)