Minggu, 07 Mei 2017

Hijaunya Pondok ku





   Sing a Song                           

Kami Anak –anak yang ada di pomosda ini

Berjanji untuk meneruskan cita – cita bangsa

Membangun negeri tempatku dibesarkan

Oleh ayah bundaku tercinta            


Kami akan menuntut ilmu yang tinggi           

Hingga nanti kelak aku sudah dewasa           

Dengan segenap jiwa dan ragaku ini           

Pada pomosda kami mengabdi


Polibag verti berjajar rapi

Tanaman sela menghiasi

Sungai nan jernih

Membasuhi bumi

Ku syukuri nikmat alam ini.








Jumat, 07 April 2017

Kontemplasi


Pasti Ada Hikmahnya Kok!!!


 Memang hidup itu seperti roda yang berputer kadang di bawah kadang pula diatas, kadang senang kadang pula sedih, kadang suka kadang juga duka pokoknya ada aja, ya begitulah hidup tak selalu datar " LIFE IS NEVER FLAT "
namun hanya satu yang harus kita lakuka yaotu syukur, bersyukur atas segala yang telah ALLAH Swt berikan kepada kita, karena semua itu pasti ada hikmahnya, ya gak????, itu pasti....






TAHUKAH KAMU?????

TAHUKAH KAMU ??

Bahaya Dibalik Cutton Buds






Mungkin kalian sudah terbiasa membersihkan telinga menggunakan cotton buds (penyeka kapas). Meski kedengarannya baik dan berguna untuk memastikan agar telinga kalian  tetap bersih, faktanya ternyata berbicara sebaliknya. 

Kebiasaan
 membersihkan telinga dengan cotton buds justru akan membahayakan kesehatan telinga kalian. Mengapa? Berikut sejumlah alasan kenapa kalian tak perlu membersihkan telinga kalian menggunakan cotton buds.

1. Telinga Kalian mampu membersihkan diri sendiri
Tidak seperti kebanyakan dari organ tubuh lainnya, telinga ternyata tidak perlu dibersihkan. Telinga sebenarnya adalah organ yang mampu membersihkan diri sendiri sehingga Kalian tak perlu repot-repot membersihkannya.
 

Bahkan dokter sendiri telah menganjurkan untuk tidak menggunakan benda apapun, seperti pin rambut, kunci, klip kertas, pena atau pensil untuk membersihkan telinga Kalian. Semua benda tersebut justru akan menimbulkan kerusakan parah pada telinga Kalian.
 

2. Lilin telinga itu menyehatkan
Banyak orang yang seringkali menggunakan penyeka kapas (cotton buds) untuk mengeluarkan lilin telinga (kotoran telinga) dan menganggap kebiasaan tersebut sudah tepat. Padahal, keberadaan lilin telinga tersebut sebenarnya sehat dan baik untuk lubang telinga.

Pasalnya, lilin telinga berfungsi melapisi bagian dalam telinga Kalian dan melindunginya. Selain itu, lilin telinga juga memiliki sifat anti-bakteri yang mencegah telinga Kalian terinfeksi dan membantu mengeluarkan air yang terlanjur masuk ke
telinga Kalian. 

Lilin telinga diproduksi oleh bagian dalam telinga Kalian, menyerap kuman dan sel-sel kulit mati serta perlahan membuangnya keluar telinga. Bahkan, aktivitas berbicara dan mengunyah dapat meningkatkan produksi lilin di telinga Kalian.
 

Dalam beberapa kasus, seseorang bisa saja memiliki terlalu banyak lilin di telinganya sehingga dapat mempengaruhi pendengaran dan menimbulkan rasa sakit di telinga. Hal ini dapat dengan mudah diatasi dengan berkunjung ke dokter spesialis THT. Di sana, Kalian akan diberikan perawatan khusus untuk mengurangi lilin dengan menggunakan prosedur yang cepat, aman dan tidak sakit.
 

3. Penyeka kapas (cotton buds) dapat merusak telinga Kalian
Setiap kali Kalian memasukkan kapas ke dalam telinga, tidak hanya akan membawa kuman baru ke dalam telinga Kalian, tetapi juga membuat lilin kembali masuk ke dalam telinga Kalian.
 

Lilin yang seharusnya bisa keluar dengan sendirinya, terpaksa harus masuk kembali karena mendapat dorongan dari cotton buds. Alhasil, kuman dan kotoran yang seharusnya keluar terjebak kembali di dalam telinga.

Bahkan, kebiasaan buruk tersebut akan mempengaruhi gendang telinga Kalian. Gendang telinga merupakan selaput tipis pada ujung saluran telinga yang sangat halus. Ketika Kalian sedang asyik-asyiknya mengais kotoran di telinga Kalian, Kalian bisa saja secara tak sengaja merobek gendang telinga Kalian.
 

Gendang telinga bisa pecah bahkan dengan hanya mendapatkan tekanan dari kapas yang berpotensi besar dapat membuat Kalian kehilangan pendengaran. Meskipun gendang telinga Kalian bisa sembuh, hal itu memerlukan waktu yang cukup lama dan terasa menyakitkan.


By: Wafda_AfMiaz_X-3

Kamis, 06 April 2017

Dispersi

Terukir harapan, lagi
Saat cahaya-Mu menyinari, memantul ke lubuk hati
Lapang terasa, melapangkan
Membangkitkan naluri, bukan
Bukan tentang motifasi
Melainkan langkah dalam teori
Ini hati, hanya untuk Robbi
Perbendaharaan hakiki
Tertanam menjadi sebuah potensi
Hingga menyentuh pada titik Inti 
Sampai mati

Di ketik ditengah dawai lantunan kesunyian  !
20 Al-Husain 04 MHD

Keringat

KERINGAT

Mengalir setiap kali ku lelah
Membasahi harapan yang tak kunjung berbuah
Menemani keletihan hingga membuatku payah

Keringatku, mengalir seperti petuah
Membasahi ragaku yang mulai mengering
Kering keronta
Berharap bisa berteduh dari teriknya panas mentari

Keringat dan raga yang lelah
Di setiap jiwa-jiwa muram penuh harap dan doa
Mengepalkan tangan
Mengencangkan ikat pinggang

Di siang ini
Ragaku basah
Keringat dingin nan harapan mengadu, menjadi satu
Dalam alunan harapan
Esok


Keringatmu membahasahi sekujur tubuh yang semakin terasa lelah

BEKAL UKRIL TERNYATA SANGAT PENTING



Ukril, kreatif, peduli dengan lingkungan, membaca ayat-ayat Tuhan yang terbentang luas disekitar selalu di dhawuhkan oleh Bapak Kyai Tanjung kepada semua jamaah.
Selama ini yang saya pahami tentang dhawuh di atas adalah “memaksa”. Ukril dan kreatif itu memaksa diri agar lebih peduli dengan potensi di sekitar kita. Bagaimana tidak memaksa? karena hal yang lebih mudah dilakukan hanyalah menjalankan pekerjaan seperti biasanya.
Saya terhenyak setelah mendengar kisah seorang penjual es cao di pasar yang saya temui kemarin. Beliau, mempunyai semangat juang menghidupi keluarganya, namun sayang sekali, dirinya tidak berani melakukan perubahan untuk mengubah nasib, tidak mau memahami ayat-ayat Tuhan di sekitar. Alih-alih, hanya bergantung pada rasa simpatik saudara dan tetangga demi keberlangsungan hidup.
Kisah hidupnya itu dituturkan kepada saya, bermula saat beberapa hari yang lalu sekitar pukul empat sore ketika saya pulang bekerja. Saya berhenti untuk memesan es cao dua di bungkus. Saya duduk menunggu di kursi yang telah disediakan di sebelah gerobaknya. Setelah menunggu beberapa saat, beliau menyodorkan segelas es cao kepada saya. “Ya tuhan.. saya tadi pesan apa? Di kasih apa!, Ya sudahlah, berarti suara saya yang memang  kurang kencang ” gumam saya dalam hati.
Dengan riang dan ramah, akhirnya kami mulai berbincang-bincang. Saling bertanya dari mana dan tinggal dimana, singkat cerita, sore itu kami menatap hilir mudik orang dijalan sembari menghabiskan es cao.
Keprihatinan akan sulitnya hidup, jatuh bangun, awal kisah yang beliau tuturkan. Pada satu masa, sampailah pada titik nol. Istri beliau sakit, tidak bisa bergerak, beliau melihat air yang mengalir dimata istrinya di saat-saat itu. Anaknya juga belum diberi makan , yang dia lakukan saat itu berjalan di sepanjang kota Surabaya sampai kaki melepuh, menawarkan diri pada orang-orang kaya. “ Pak, tolong angkat saya jadi kuli, beri gaji saya duapuluh ribu”. “Maaf sudah penuh mas”. Tak pantang menyerah.” Lima belas ribu pak”. Jawaban yang sama. “Sepuluh ribu pak”. Jawaban yang tak akan pernah berubah “. Limaribu pak”. Sebenarnya, kalimat yang tak bisa keluar darinya adalah “ Pak,saya butuh pekerjaan, seberapapun gajinya, istri dan anak saya belum makan menunggu dirumah”.
Saya tertegun di atas kursi kecil mendengarkan kisah singkatnya, sesekali menyeruput es cincau yang semakin dingin. Gerobak mini yang berada di trotoar tak jauh dari lampu merah. Hilir mudik para pengemudi meramaikan jalan raya, sesekali terlihat berdesakan mendahului saat menunggu lampu hijau menyala. Di sore itu, satu lagi kisah manusia terhimpit keadaan di tengah keramaian. Setelah ratusan kali, kisah-kisah serupa juga dipersembahkan orang-oraang kepada saya.
Sejauh yang saya pahami dari petunjuk guru saya, Bapak kyai tanjung. Tentang bekerja untuk ahirat, kita dianjurkan untuk bekerja keras, dibarengi dengan mempelajari dan mengefaluasi apa yang sudah kita lakukan. Menjadi professional dibidangnya masing-masing. Jika pedagang tentu kita harus paham pasar dan penghitungan untung rugi, Tempat potensial dan lain sebagainya. Menghitung anggaran modal dan menentukan harga jual dan seterusnya. Semua itu dibarengi dalam niatan diri kembali kepada Tuhan, niatan untuk mengembangkan potensi, sehingga yang kita rasakaan saat berdagang tidak semata keruwetan berdunia.
Dan jika kita mengalami kerugian, kita langsung bisa mengefaluasi kekurangan kita. Apakah tempat yang digunakan berdagang ini strategis, atau mungkin produk saya kurang menjual, apa yang membuat konsumen kurang meminati produk saya,  bahkan bisa jadi kita perlu melakukan pendekatan-pendekatan berupa promosi dan kuis.
Berbeda dengan niatannya yang hanya untung rugi semata, kita akan cenderung putus asa saat mengalami kerugian, beralih profesi, gagal lagi, dan seterusnya. Jika sudah demikian, terasa jiwa yang kosong, hidup semakin mencekik, keinginan hidup sejahtera, namun apa daya, tuhan tidak adil.
LALU, BAGAIMANA KISAH ANDA BISA SAMPAI KE KOTA NGANJUK INI? Tanya saya kali ini bersimpati. “Saya baru jualan tiga mingguan mas”. “ Ini saja penutup gerobaknya baru kemaren saya buat, sebelumnya tidk  ada, jika panas aku berteduh di bawah gerobak itu”. Ujarnya sembari menunjuk-nunjuk dinding gerobak depan.
Kali ini saya memerhatian gerobak yang memang terlhat baru. Baner juga masih terlihat mengkilap baru. “ Ini saya di bikinkan temen saya banernya, gerobak dibikinkan, saya orangnya tidak punya apa-apa mas, hanya ikut teman, dibantu teman”.
Ada cerita lucu yang beliau tuturkan sore itu. “ Hari pertama saya juga bingung, biasanya kalau orang Surabaya jualan es, di wadahi plastic dan sedotan, udah. Nah, kemaren, ada yang pesan tiga, dibungkus. Sepontan saya gemetar, bingung, bagaimana cara mengikat plastik. Saya coba dengan tangan gemetar tetep gak bisa, akhirnya saya bilang sama si pembeli, saya minta diajari bagaimana megikat plastic dengan karet.
Sepontan juga saya tertawa mendengar tutur ceritanya, saya salut dengan kegigihannya, yang penting dikerjaan dulu. Namun, disisi lain, muncul perasaan simpatik dengan beliau, saya mencoba mengaitkan cara beliau mengambil sebuah keputusan dengan penerapan pendidikan yang beliau dapatkan selama ini.
Maksut saya, pendidikan adalah kepedulian dan diterapkan menjadi kebiasaan. Saya tidak pernah berjualan es, tapi saya pernah mengikat plastic dengan karet. Saya tidak pernah jualan cendol tapi saya bisa mengisi es cendol ke dalam plastic.
Ilmu katon, istilah jawa yang sering saya dengar.Pekerjaan yang terlihat mata itu semua orang pasti bisa melakukan , caranya ya meniru, mempraktikkan .
Disisi lain, ternyata inilah manfaat luar biasa jika kita sedikit saja mau melihat potensi-potensi di sekitar kita. Tanggap dengan lingkungan, jika sudah menjadi kebiasaan tentu akan memudahkan diri kita sendiri, orang lain akan menyebut kita “cerdas”. Kreatif akan muncul seiring kebiasaan kita mau melihat peluang.

Renungan di Awal April : Sang Pencerah dan Kisah Para Pejuang Tuhan

      
     Malam kembali datang, menjelma dengan nuansa gelap nan muram.  Udara terasa pengap, memaksaku keluar dari ruangan bilik yang semakin terasa penat. Aku melangkah pelan menuju teras dengan menenteng laptop di lengan kiri. Benar dugaanku, udara semilir di luar lebih membuatku sedikit lebih rilek. Sayup-sayup kudengar lantunan lagu bernuansa kisah kasih dan cinta berdendang. Di jalanan, kebisingan suara kendaraan bergemuruh. Ini belum larut malam, ujarku lirih.
Aku tertegun sesaat, ingatanku masih terfokus pada sebuah buk u yang baru saja slesai kubaca. Buku yang mengisahkan suatu kisah kemanusiaan beberapa ribu tahun yang lalu. Dimana pada kisah tersebut tertulis, seorang hamba Allah, kekasih Tuhan, Cucu Rasulullah sekaligus pelanjut hak-hak junjungan yang agung, Muhammad SAW, Al-Husain bin Ali, berjuang mengembalikan hak-haknya sebagai pewaris yang agung, penyeru umat dan pembawa risalah kepada umat manusia. Takdirnya harus dituntaskan dipucuk pedang Symr Bin Dzil, yang tak lain adalah seorang muslim.
Kisah itu menguras emosiku hari-hari  ini, dimana semenjak wafatnya Muhammad yang Agung sang utusan, kaum muslimin bak diterpa badai yang tak berkesudahan, hinga? Hingga aku sendiri tak tahu harus berakhir sampai kapan.
Wajar saja jika di era modern seperti saat ini, islam terpecah menjadi banyak golongan dan jenis, mereka semua menganggab bahwa aliran mereka yang paling benar dan di ridhoi Tuhan.
Hal ini sebenarnya adalah ketetapan yang lumrah, mengingat guncangan seperti ini sudah terjadi semenjak beliau, Nabi terakhir mangkat  kembali pada benih suci yaitu Tuhan sendiri.
Semenjak Nabi yang agung mangkat, terjadi gejolak luar biasa diantara para sahabat. Sementara keluarga Ali bin Abi Thalib mengurus jenazah Rosulullah, di tempat lain, Abu bakar, Umar bin khotob dan Utsman bin Afan melakukan rapat pleno guna membahas   kursi kekhalifahan yang saat itu kosong.
Sejak saat itu pula, kaum muslimin terpecah belah, bimbang, kepada siapa mereka berbaiat dan kepada siapa mereka menetapkan imam. Madinah dirundung pilu, Mekah terasa muram, beda pendapat, memunculkan perseteruan, Perseteruan yang tak ada jalan pintas akan di selesaikan diujung pedang. Saat itulah, diantara sesama kaum muslimin, mengalirkan darah saudara sendiri, awal perpecahan secara nyata terjadi.
Aku membuang sejenak ingatanku tentang sejarah islam pascameninggalnya Rasullullah Muhammad. Kisah yang mengungkap wafatnya Imam Ali bin Abi thalib adalah tak lain dibunuh oleh orang islam sendiri, membuatku gamang, Bagaimana konteks Islam di seluruh penjuru dunia  saat ini ?
Imam Al-Hasan yang pada masa kepemimpinannya  melakukan perundingan damai kepada penguasa setempat untuk menyerahkan kekhalifahan kepada bani Umayyah, juga terbunuh. Pembunuh yang tak lain adalah mereka yang menyandang nama Islam.
Hingga pada masa Imam Al-Husain, perjuangannya  membawa ajaran risalah Tauhid dari mendiang kakeknya, mendapat penolakan dari kaum muslimin. Seolah tak ada bumi yang aman bagi dirinya. Madinah yang pernah menjadi pusat pemerintahan Rosulullah Muhammad sudah tidak menjamin keselamatan Imam Al-Husain. Dengan rombongan kecilnya, terdiri dari wanita, anak-anak dan beberapa pengikut setianya, Imam Al-Husain hijrah ke kota Makkah. Namun begitu juga seperti kota-kota lain, Seruannya tentang Risalah Taukhid tidak mendapatkan respon positif, malah membuat Nyawa Imam Al-Husain terancam, hingga akhirnya beliau melanjutkan hijrahnya ke kota Kufah. Kota dimana mendiang ayahnya pernah menjadikan kota tersebut sebagai pusat pemerintahan Imam Ali bin Abi Thalib.
Belum sempat rombongan kecil Imam Al-Husain sampai ke kota Kufah, ketetapan Tuhan menjemput mereka di lembah Karbala. Dimana seluruh muslim bersembunyi dari kejadian itu, ribuan pedang teracung kepadanya.  Rombongan pembela Al-Husain yang tak lebih dari seratus orang, satu persatu tumbang sebagai syuhada’  .
Pada saat itulah, detik-detik dimana seruan cucu Rasulullah sudah tidk di dengar, mereka lebih memilih dipimpin oleh orang yang haus kekuasaan, jauh dari ahlul bait, dan Tauhid.
 Aku terkesiap sejenak, tak terasa jam ditanganku menunjukkan pukul duabelas malam. Ditengah kesendirian, aku mencoba merasakan kekuatan keimanan yang berkobar dari para pembela Imam Al-Husain pada saat itu. Mereka tidak takut mati dan siksaan, demi keimanan mereka membela para pembawa kebenaran.
Aku memejamkan mata, mencoba menghadirkanrasa sakit  tusukan pedang dilambungku. Terasa panas dan ngilu, rasa itu hilang saat mataku terbuka. “Baru bayangan saja  sudah terasa sakit, bagaimana jika itu benar-benar kualami” desahku dalam hati.
Malam ini,inginku merenung hingga waktu fajar  datang. Anganku terus melayang,  terngiang akan pesan Imam Al-Husain bahwa perjuangannya belum selesai.” Lalu, di tahun 2017 saat ini, siapakah pewaris imam Al-Husain”? Tanyaku lagi.
Ini tentang sebuah kebenaran, seharusnya inilah yang sangat vital bagi semua umat islam. Ini adalah inti dari sebab musabab perpecahan selama ini. Lalu? Mungkinkah kebenaran akan Nampak? Lalu, siapkah aku dan saudaraku yang lain menerima kebenaran itu?
Lalu?
Siapakah yang akan menjawab semua pertanyaanku, mungkin juga, umat islam juga memiliki pertanyaan yang sama sepertiku? Aku tak tahu.
Diawal april ini, fikiranku semakin tak bisa kukendalikan. Menyusul beberapa hari yang lalu, saat aku membuka akun media sosialku, salah seorang teman membagikan undangan terbuka yang membahas tentang ilmu An-nubuwah, Ilmu Tauhid, dan Ilmu jati diri. Saat itulah aku merasa mendapat undangan terbuka yang mengambil tema “ bincang-bincang An-Nubuwah Oleh Bapak Kyai Tanjung”. di Jl.KH Wachid Hasyim No.304 Tanjunganom-Nganjuk-Jatim.  Ada sepercik harapan atas kedunguanku terhadap sejarah dan semoga dapat tercerhkan setelah menghadiri acara tersebut.
Acara tersebut akan dilaksanakan pada tanggal 09-April-2017. “Sebentar lagi”  Gumamku.
Untuk menggali tentang sang pembicara, aku perlu mengenal beliau, dan dari penelusuranku di internet, akhirnya aku menemukan torehan tinta emas sang pembicara. Gagasan dan pandangan beliau mengenai beragama telah beliau curahkan di websait “jatayu.or.id”. Aku terkesiap saat membaca satu artikel yang berjudul “bagaimana seharusnya beragama”. Sangat tidaak bisa dibantah oleh hati nurani.
Aku pun tak puas dengan membaca satu artikel, lagi-lagi,hatiku tak bisa menampik oleh penjabaran-penjabaran beragama yang sangat logis .
Bapak Kyai Tanjung?
Semoga di tanggal 09 April esok, aku bisa duduk di tengah-tengah para audien dan bisa mendengar setiap penjabaran mengenai pertanyaan-pertanyaanku yang mala mini meluap-luap memenuhi pikiranku.

Entah, apa aku harus menunggu sampai fajar?m